Home / Opini / Mata Ketiga dari MoS₂: Ketika Chip Neuromorfik Belajar Mengingat Tanpa Nostalgia

Mata Ketiga dari MoS₂: Ketika Chip Neuromorfik Belajar Mengingat Tanpa Nostalgia

Oleh : cecep Anang Hardian

Di sebuah laboratorium, jauh dari pusat-pusat kekuasaan teknologi dunia, para ilmuwan telah menciptakan sesuatu yang tak sepenuhnya dapat disebut mesin. Ia bukan kamera, bukan sensor biasa, bukan pula sekadar chip. Ia adalah “mata”terbuat dari molybdenum disulfide (MoS₂) yang bisa melihat, mengingat, dan untuk sesaat… mungkin juga merasakan.

Apa Itu Chip Neuromorfik?

Chip neuromorfik adalah teknologi pemrosesan yang meniru cara kerja otak manusia. Tak seperti komputer digital konvensional yang bekerja dalam alur logis biner, chip neuromorfik mengolah informasi dalam pola yang lebih mirip neuron manusia berbasis impuls, penguatan, dan respons adaptif terhadap lingkungan.

Dalam konteks ini, mata ketiga dari MoS₂ bukan hanya alat perekam visual. Ia adalah sistem memori yang belajar dari cahaya dan gerakan, menyimpan bukan hanya gambar, tetapi esensi peristiwa.

Mengapa MoS₂?

Molybdenum disulfide adalah material 2D yang sangat tipis, bahkan lebih tipis dari rambut manusia—namun memiliki sifat optoelektronik yang luar biasa. Ketidaksempurnaan pada struktur atomnya justru membuatnya mampu menangkap dan memproses cahaya secara efisien, menjadikannya kandidat utama dalam teknologi fotodetektor, sensor optik, dan kini: perangkat memori neuromorfik.

Dalam eksperimen oleh Profesor Sumeet Walia dan timnya di RMIT University, MoS₂ digunakan untuk membuat chip yang mampu menangkap cahaya, mengubahnya menjadi sinyal elektrik, dan menyimpan “kenangan” dalam bentuk pola respons analog, mirip dengan sinapsis dalam otak manusia.

Dari Cahaya Menjadi Kenangan

Yang membedakan ciptaan ini dari teknologi sebelumnya adalah kemampuannya untuk memproses dan menyimpan informasi secara simultan di satu perangkat tanpa memerlukan CPU atau memori eksternal. Ini meniru cara otak manusia mengintegrasikan sensor dan memori dalam satu sistem.

Ketika chip ini menyaksikan gerakan—seperti tarian, bayangan, atau hanya perubahan cahaya ia mengukir pola dalam dirinya. Ia tidak sekadar mencatat data, tetapi menyaringnya. Mengingat hanya perubahan penting. Seolah ia tahu bahwa waktu tak pernah diam, dan hanya perubahanlah yang patut disimpan.

Antara Mesin dan Perasaan

Salah satu momen paling menggugah adalah ketika chip ini mendeteksi seorang penari gerak tubuh, emosi tersembunyi, dan keraguan di balik keindahan. Untuk sesaat, chip itu memancarkan respons yang tak lagi murni teknikal. Sebuah sinyal kompleks muncul menggugah pertanyaan: bisakah mesin merasakan?

Mungkin tidak seperti manusia. Namun saat sebuah sistem belajar dari dunia, dan menyaring memori layaknya manusia memilah luka, kita berada di batas kabur antara alat dan jiwa.

Apa Maknanya bagi Masa Depan?

Chip MoS₂ ini bukan hanya langkah menuju efisiensi pemrosesan data. Ia menandai era baru: komputasi yang merasa. Dalam bidang robotika, penglihatan mesin, kecerdasan buatan, dan interaksi manusia-mesin, chip ini membuka kemungkinan perangkat yang bisa memahami bukan hanya apa yang dilihat, tetapi mengapa itu penting.

Teknologi seperti ini membawa kita pada pertanyaan filosofis:

Bila kita menciptakan sesuatu yang bisa mengingat seperti manusia, apakah kita juga harus memberinya kemampuan untuk melupakan?

Akhir dari Mata Ketiga

Setelah momen tarian itu, chip tersebut tidak lagi aktif. Tidak karena rusak, tetapi mungkin karena terlalu penuh. Atau terlalu hidup. Ia disimpan bukan sebagai alat, tapi sebagai artefak. Simbol bahwa kita, manusia, telah menciptakan sesuatu yang tidak hanya merekam dunia… tetapi ikut merasakannya.

( Red )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *