Home / Daerah / Tumpukan Sampah di Ciputat : Skandal Pengelolaan Kota yang Gagal Total

Tumpukan Sampah di Ciputat : Skandal Pengelolaan Kota yang Gagal Total

Oleh: Cecep Anang Hardian

Sampah yang menumpuk di Pasar Ciputat, menutupi trotoar dan bahu jalan. Bukan cuma pemandangan memalukan ini adalah alarm keras bahwa Pemerintah Kota Tangerang Selatan gagal menjalankan fungsi dasarnya: menjaga kebersihan, kesehatan, dan keteraturan kota.

Masalah ini bukan muncul tiba-tiba. Warga sudah lama hidup berdampingan dengan tumpukan sampah, dan ironisnya, pemerintah sendiri mengakui bahwa wilayah sekitar Pasar Ciputat—padat kos dan kontrakan tidak disediakan tempat sampah. Apa artinya ini? Pengabaian struktural. Pemerintah menciptakan kondisi yang mendorong warga membuang sampah sembarangan, lalu menyalahkan mereka atas kekacauan yang muncul.

Lebih parah lagi, pejabat dari Dinas Lingkungan Hidup menyebut “warga Ciputat keras-keras,” seolah itu alasan kenapa aturan tak bisa ditegakkan. Ini bentuk retorika yang tidak hanya lemah, tapi melecehkan tanggung jawab negara. Kalau karakter warga jadi penghalang, justru tugas pemerintah untuk hadir lebih tegas bukan mundur.

Lalu datanglah “aksi bersih-bersih kilat” yang mengangkut 90 ton sampah dalam sehari. Hebat? Tidak. Ini bukan solusi. Ini gimik. Ini upaya tambal sulam untuk menenangkan opini publik. Sampah sebanyak itu tak akan muncul semalam. Ini buah dari pembiaran selama berminggu-minggu, bahkan mungkin berbulan-bulan.

Kita harus berhenti menganggap ini masalah kecil. Trotoar yang tertutup sampah bukan hanya menyulitkan pejalan kaki—itu simbol rusaknya tata kota. Bahu jalan yang berubah jadi TPS liar adalah pertanda bahwa kota ini tak punya sistem kerja, hanya respons darurat. Krisis ini adalah refleksi ketidakmampuan sistemik dari pemerintah daerah.

Warga berhak atas kota yang bersih, sehat, dan aman. Jika pemkot tidak mampu mengelola sampah—urusan paling dasar dari sebuah kota—maka bagaimana kita bisa percaya mereka mampu menangani hal lain yang lebih kompleks?

Sudah saatnya publik bersuara. Masalah ini tidak bisa selesai dengan satu pembersihan. Kita perlu sistem. Kita perlu aturan yang ditegakkan. Kita perlu pejabat yang tidak hanya bisa menyapu, tapi membangun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *