Oleh: Cecep Anang Hardian
Diam kadang menyelamatkan.Tapi diam yang satu ini justru mencoreng.
Ketika berita-berita dugaan pelanggaran SOP, mekanisme kacau, dan proyek yang tak jelas mutunya beredar, Disperkimta memilih bungkam bukan karena tak tahu, tapi seolah tak peduli.
Bagi warga Tangsel, sikap itu bukan kewajaran. Itu alarm bahaya.
Di kota ini, pola busuknya selalu sama: ada proyek, ada anggaran besar, ada kejanggalan, lalu muncul pertanyaan publik—dan dinas terkait pura-pura tuli. Jawaban kosong, klarifikasi tak ada, dokumen tak dibuka. Seolah-olah yang berhak tahu hanyalah mereka, bukan warga yang membiayai semua ini.
Dan semakin mereka diam, semakin kuat dugaan bahwa ada yang tidak ingin terlihat.
Kita melihat polanya berulang: SOP yang hanya indah di kertas, pengawasan yang tak pernah terdengar, kualitas pekerjaan yang tak sebanding dengan nilai kontraknya, dan birokrasi yang kaku seperti ingin menyembunyikan denyut kehidupan di balik tumpukan berkas.
Ini bukan kritik halus.
Ini peringatan.
Jika Disperkimta tetap bermain di balik kabut, maka wajar jika warga mendesak APH menyisir anggarannya, memeriksa mekanismenya, dan membongkar apa yang mereka simpan di balik lembar-lembar administrasi.
Tangsel bukan panggung untuk akrobat administrasi.
Ini kota tempat kami tinggal, tempat uang kami bekerja, dan tempat kami menuntut kejelasan.
Selama Disperkimta memilih diam, kami warga Tangsel tidak akan diam.
Karena gelap itu hanya bisa dilawan dengan satu hal: terang yang dipaksa muncul.
( red )












