Home / Sosial / Hardiknas dirayakan ketimpangan pendidikan di abaikan

Hardiknas dirayakan ketimpangan pendidikan di abaikan

Oleh : Cecep Anang Hardian

Hari ini bukan sekadar upacara, bukan pula parade anak berseragam rapi menyanyikan lagu yang liriknya tak mereka resapi.
Hari ini adalah panggung untuk berkata:
Cukup sudah!

Cukup sudah kita menyebut guru sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”,
sementara gaji mereka tak cukup untuk menyekolahkan anak sendiri di tempat mereka mengajar.
Guru bukan abdi kekuasaan, bukan relawan abadi yang diminta tersenyum di tengah kemiskinan.
Mereka adalah buruh intelektual—
yang tiap hari memikul beban masa depan bangsa
dengan pundak yang kian ringkih oleh janji-janji kosong.

Dan murid?
Mereka bukan gelas kosong yang bisa diisi sesuka hati birokrat pendidikan.
Mereka bukan kelinci percobaan dalam lab kurikulum,
yang setiap menteri datang membawa “revolusi”, lalu pergi meninggalkan kekacauan.
Mereka adalah manusia—
yang tumbuh bukan karena modul, tapi karena kasih sayang.
Yang berkembang bukan karena sistem, tapi karena pertemuan:
antara jiwa yang ingin belajar dan jiwa yang tulus mengajar.

Pendidikan bukan sekadar soal nilai ujian,
bukan juga barisan absen digital dan laporan akreditasi.
Pendidikan adalah pertaruhan akal sehat.
Adalah upaya panjang mengubah kemiskinan menjadi harapan,
mengubah anak biasa menjadi manusia merdeka.

Tapi bagaimana mungkin kita bicara tentang merdeka belajar,
jika gurunya tak pernah dimerdekakan?

Bagaimana mungkin kita bangga pada sekolah unggulan,
jika masih ada anak berjalan 10 km hanya demi melihat papan tulis?

Dan bagaimana mungkin kita bersorak “Indonesia Emas 2045”,
jika hari ini saja, kita gagal membayar kejujuran seorang guru dengan layak?

Selamat Hari Pendidikan Nasional.
Bukan untuk membanggakan yang belum dicapai,
tapi untuk merenungi:
sudah seberapa jauh kita berkhianat pada cita-cita Ki Hadjar Dewantara?

  1. ( Red )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *