Beranda / Daerah / Jembatan Cipayung Diduga Dimajukan & Dibangun di Lahan Polairud: Kebijakan Kadis SDABMBK Dinilai Paling Aneh Sepanjang Sejarah Proyek Tangsel

Jembatan Cipayung Diduga Dimajukan & Dibangun di Lahan Polairud: Kebijakan Kadis SDABMBK Dinilai Paling Aneh Sepanjang Sejarah Proyek Tangsel

Tangsel — Proyek Jembatan Cipayung terus mengundang tanya besar. Apa yang awalnya dianggap sekadar “kejanggalan teknis”, kini dianggap publik sebagai indikasi kebijakan yang janggal dan nyaris tidak masuk akal di bawah kendali Kadis SDABMBK Tangsel.

Bagaimana tidak?

Menurut salah satu sumber yg tidak bisa disebut kan namanya,namun konon orang tersebut dekat dengan  kadis juga diduga ada peran,sempat menyebutkan bahwa Proyek yang seharusnya 2023, tiba-tiba dimajukan ke 2022.
Dan Jembatan dibangun di lahan Polairud, bukan di aset SDABMBK sendiri.
Tidak ada penjelasan kebijakan, dasar hukum, atau alasan percepatan.
Pimpinan dinas diam seribu bahasa, seolah publik bisa dibodohi begitu saja.

Pertanyaannya kini bukan lagi soal proyek, tapi soal kebijakan yang memicunya.

Cecep Anang Hardian, pelapor DUMAS, menyampaikan kritik paling keras

“Kadis harus menjelaskan. Proyek dimajukan tanpa alasan, dibangun di lahan orang lain. Ini kebijakan apa? Publik bukan boneka.”

tokoh masyarakat juga pengamat Agus Sapto Utomo, S.E., semakin tegas“Jika Kadis mengambil keputusan sebesar ini tanpa transparansi, maka itu sangat layak diaudit. Jangan-jangan ada yang sengaja disembunyikan.”

sementara joena sebagai Sekjen Di Dewan pimpinan nasional aliansi wartawan independen Indonesia (AWII,) bahkan terang-terangan mempertanyakan integritas kebijakan dinas:

“Salah lahan itu bukan hal sepele. Dimajukan setahun itu bukan hal kebetulan. Ini pola. Dan pola itu harus diusut.”

Yang membuat publik semakin panas adalah sikap Kejati Banten yang belum mengumumkan perkembangan laporan tersebut.
Diamnya Kejati justru makin memperkuat desakan:

Audit kebijakan Kadis SDABMBK wajib dilakukan.
Jika Kejati tetap bungkam, publik siap membawa persoalan ini ke Kejaksaan Agung.

Karena yang dipertanyakan kini bukan lagi proyek, melainkan:

Bagaimana sebuah kebijakan bisa berjalan tanpa logika, tanpa aset, tanpa penjelasan, dan tanpa rasa malu?

( red )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *