*Tangerang Selatan, 24 Juli 2025*
Kegaduhan publik atas proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di Kota Tangerang Selatan kembali mencuat, kali ini dengan tudingan serius: praktik “siswa titipan” tetap marak meski pemerintah kota menyatakan pelarangan keras. Bukannya menjadi contoh integritas, pernyataan pejabat hanya dinilai sebagai lip service yang tak diikuti tindakan nyata.
Wakil Wali Kota sebelumnya dengan lantang menyatakan bahwa tidak ada toleransi bagi intervensi non-prosedural dalam proses penerimaan siswa. Namun di lapangan, fakta bicara lain sejumlah siswa dilaporkan diterima secara diam-diam setelah masa seleksi resmi ditutup. Situasi ini menimbulkan kemarahan masyarakat, yang menilai bahwa Pemkot Tangsel gagal menegakkan aturan yang mereka buat sendiri.
“Ini bukan soal administrasi semata. Ini pengkhianatan terhadap prinsip keadilan dan meritokrasi,” ujar aktivis pendidikan Hasbi Zein dalam konferensi pers, Rabu (23/7). Ia menyebut retorika pejabat hanya menutupi kegagalan dalam menertibkan aparat di bawahnya. “Kalau ucapan tak bisa diterjemahkan jadi tindakan, itu artinya kepemimpinan gagal. Mundur adalah pilihan terhormat,” tegasnya.
Senada, tokoh masyarakat Cecep Anang Hardian menyebut skandal ini sebagai preseden berbahaya. “Apa gunanya sistem seleksi kalau akhirnya bisa dibajak lewat jalur belakang? Ini bukan hanya soal moralitas, tapi soal pelecehan terhadap institusi pendidikan,” katanya. Ia juga menegaskan pentingnya pencopotan pejabat Dinas Pendidikan yang terbukti terlibat. “Kalau tidak ada sanksi, publik punya hak untuk menduga bahwa ini terjadi dengan restu atasan.”
Kritik tajam juga diarahkan pada Pemerintah Kota Tangsel secara keseluruhan, yang dinilai lebih sibuk membangun pencitraan ketimbang memperbaiki sistem. Kepercayaan publik kini berada di titik nadir, terutama setelah sederet kebijakan yang dinilai inkonsisten dan tertutup dari pengawasan publik.
Polemik ini menjadi batu ujian serius bagi integritas birokrasi dan moral politik di Kota Tangerang Selatan. Jika tidak ada tindakan nyata dalam waktu dekat termasuk transparansi investigasi dan akuntabilitas pejabat maka konsekuensinya bisa jauh lebih besar: runtuhnya legitimasi pemerintah daerah di mata rakyat, serta makin lebarnya jurang ketidakpercayaan terhadap sistem pendidikan negeri.
( red )