Home / Berita / Artikel / Melawan Lupa Tragedi Mei 1998: Luka Bangsa yang Belum Sembuh

Melawan Lupa Tragedi Mei 1998: Luka Bangsa yang Belum Sembuh

Oleh: Cecep Anang Hardian

Setiap kali Mei datang, Indonesia dihadapkan pada kenangan pahit yang tak mudah dilupakan. Tragedi kemanusiaan Mei 1998 adalah bagian dari sejarah bangsa yang menyisakan luka mendalam—bukan hanya karena kerusuhan dan pergolakan politik, tetapi karena nyawa, martabat, dan kemanusiaan yang direnggut secara keji.

Dalam situasi krisis ekonomi yang parah, rakyat tumpah ruah ke jalan. Di balik semangat perubahan dan tuntutan reformasi, pecah pula kekerasan masif: penjarahan, pembakaran, pembunuhan, hingga pemerkosaan terhadap perempuan—mayoritas dari etnis Tionghoa. Banyak dari mereka yang menjadi korban masih menanti keadilan hingga hari ini.

Mengapa Kita Tak Boleh Lupa?

Melupakan artinya mengkhianati para korban. Melupakan berarti memberi ruang bagi kekerasan untuk kembali terjadi. Tragedi Mei 1998 bukan sekadar cerita lama,ia adalah peringatan bahwa demokrasi dan kemanusiaan harus terus diperjuangkan.

Kita tidak boleh membiarkan sejarah ini dikaburkan atau disangkal. Ketika negara belum sepenuhnya mengakui dan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat ini, maka peran publik, khususnya generasi muda, menjadi krusial dalam menjaga ingatan dan menuntut tanggung jawab.

Peran Generasi Muda: Menulis, Bertanya, Bertindak

Hari ini, kita punya akses informasi, ruang-ruang diskusi, dan platform digital untuk menyuarakan ingatan. Generasi muda bisa melawan lupa lewat tulisan, dokumenter, teater, podcast, atau sekadar mengangkat isu ini di media sosial. Karena sejarah bukan hanya untuk dihafal, tapi untuk diperjuangkan.

Reformasi Belum Usai

Reformasi bukan hanya pergantian rezim. Ia adalah janji akan keadilan, keterbukaan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Selama pelanggaran HAM belum dituntaskan, dan korban belum mendapatkan keadilan, maka perjuangan belum selesai.

Melawan lupa adalah bagian dari cinta kita kepada bangsa ini,agar kita tidak lagi melangkah di atas luka yang diabaikan.

 

( Red )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *