Di tengah derasnya dinamika politik dan sosial, nama besar TNI dan Polri kerap terseret dalam pusaran yang sejatinya bukan ranah mereka. Padahal, sejarah telah mengajarkan bahwa kekuatan militer maupun kepolisian akan kehilangan wibawa ketika terlalu dalam masuk pada ruang-ruang di luar fungsinya.
TNI dibentuk untuk menjaga kedaulatan negara, menghadapi ancaman militer dari luar maupun dalam negeri. Polri hadir untuk menjamin rasa aman, menegakkan hukum, serta melayani masyarakat. Dua fungsi ini adalah fondasi utama yang seharusnya tidak ditawar. Namun realitas di lapangan sering berbeda: Polri justru disorot karena tindakan represif pada rakyat yang seharusnya dilindungi, sementara TNI masih sesekali ditarik masuk pada urusan sipil dan politik.
Inilah yang membuat publik bertanya: sudahkah reformasi sektor keamanan benar-benar berjalan? Atau sekadar berubah dalam dokumen, namun tidak dalam tindakan?
Kembalinya TNI dan Polri pada fungsi dasarnya bukan sekadar wacana normatif, melainkan kebutuhan mendesak agar bangsa ini tetap sehat. Tanpa itu, kepercayaan publik akan terus terkikis, dan institusi yang seharusnya menjadi pelindung justru dipersepsikan sebagai ancaman.
Rakyat membutuhkan Polri yang benar-benar humanis, transparan, dan adil. Rakyat juga membutuhkan TNI yang kokoh menjaga pertahanan, bukan ikut larut dalam urusan yang mengaburkan profesionalismenya.
Kita harus mengingat: TNI dan Polri bukan alat kekuasaan, melainkan alat negara. Setiap langkah keluar dari fungsi sejati hanya akan memperlebar jarak dengan rakyat. Dan ketika jarak itu makin lebar, maka runtuhlah sendi-sendi kepercayaan yang menjadi modal utama sebuah bangsa.
Kini saatnya, baik TNI maupun Polri, berani melakukan koreksi diri. Kembali ke jalan sejati mereka: melindungi, mengayomi, dan menjaga rakyat Indonesia. Karena tanpa rakyat, mereka hanyalah institusi kosong tanpa makna.
( red )