Terkait Rencana Pengangkatan 6.177 Honorer Menjadi PPPK
Pernyataan Wali Kota Tangsel yang memastikan pengangkatan 6.177 honorer menjadi PPPK pertengahan tahun ini, di beberapa pemberitaan patut dipertanyakan logikanya, bukan hanya dari sisi empati, tapi dari tanggung jawab fiskal. Ini bukan sekadar soal memberi status, tapi soal bagaimana masa depan keuangan daerah akan dibebani secara sistematis oleh kebijakan yang tidak dibarengi dengan perencanaan anggaran yang transparan dan berorientasi pada efisiensi.
Fakta bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tangsel hanya sekitar Rp4,3 triliun per tahun seharusnya menjadi peringatan, bukan bahan untuk mengumbar janji manis politik. Jangan sampai pemerintah daerah terjebak pada kebijakan populis jangka pendek, tapi menimbulkan krisis fiskal jangka panjang. Rakyat Tangsel tidak butuh pencitraan — mereka butuh pelayanan publik yang konkret: jalan yang layak, penanganan banjir yang tuntas, lingkungan yang bersih dari sampah, dan birokrasi yang bekerja, bukan sekadar digaji.
Apa gunanya mengangkat ribuan PPPK jika setelah itu tidak ada pembenahan kinerja dan tidak berdampak pada kualitas layanan publik? Rakyat tidak akan diuntungkan jika hanya menjadi penonton dari pembengkakan belanja pegawai yang menggerus anggaran pembangunan.
Wali Kota seharusnya menjelaskan secara terbuka: dari mana dana untuk menggaji ribuan PPPK ini akan diambil? Apakah itu akan mengorbankan anggaran kesehatan, pendidikan, atau infrastruktur? Jika iya, maka ini adalah pengkhianatan terhadap kepentingan publik.
Kami mendesak agar Pemkot tidak menggunakan ASN sebagai alat politik, tetapi sebagai pelayan rakyat. Jangan menjadikan birokrasi sebagai ladang bagi loyalis, apalagi menjelang akhir masa jabatan. Tangsel butuh kepemimpinan yang rasional, bukan sekadar seremonial.