Home / Sosial / Ruang jiwa orang orang Besar

Ruang jiwa orang orang Besar

Oleh : Cecep Anang Hardian.

Apa yang dimaksud dengan orang besar? Barangkali bukan mereka yang namanya tertulis di buku sejarah atau dipatungkan di tengah kota. Bukan pula mereka yang suaranya menggema di ruang-ruang sidang, atau yang memiliki kuasa atas tubuh banyak manusia. Orang besar, dalam pengertian yang lebih sunyi, adalah mereka yang mampu mengatasi ruangan jiwanya sendiri—sebuah ruangan yang terus-menerus hendak dipersempit oleh benda-benda: ambisi, kekayaan, pengakuan, dan segala yang bisa dibeli tetapi tak pernah benar-benar memuaskan.

Orang besar memilih kebebasan yang punya lebih arti. Kebebasan yang tak diukur dari seberapa jauh ia bisa melanglang, tetapi dari seberapa dalam ia sanggup bertahan dalam kesunyian ide. Mereka tidak sibuk mencari panggung; mereka sibuk memelihara bara kecil di dalam dada bara dari ide, dari kegelisahan, dari tanggung jawab untuk melihat dunia tidak tinggal diam.

Manusia biasa, yang belum sampai pada ukuran jiwa semacam itu, tak mampu menanggung beban sebuah ide besar. Sebuah ide, yang bagi orang besar menjadi panggilan seumur hidup, bagi kebanyakan orang justru menjadi beban tak tertanggungkan. Mereka ingin mengubah dunia, tapi hanya sejauh kenyamanan mereka sendiri. Sejauh perasaan aman mereka tidak terganggu, sejauh pekerjaan tetap berjalan, sejauh tidak ada yang meminta terlalu banyak.

Ikhtiar perubahan bagi kebanyakan manusia adalah proyek musiman. Perlu jeda. Perlu waktu untuk “menata ulang energi”, “berdamai dengan realitas”, atau bahkan sekadar alasan untuk mundur perlahan. Tapi bagi orang besar, ikhtiar itu tak pernah benar-benar selesai. Ia hanya terhenti sejenak karena keterbatasan tubuh. Jiwanya tidak pernah menyerah. Bahkan ketika ia terjatuh, kekuatan dari idenya tidak ikut roboh.

Dan karena itu, kita sering kali hanya bisa kagum dari jauh. Kita gentar berdiri di bawah bayang-bayang mereka, bukan karena mereka tinggi, tapi karena kita belum siap menatap pantulan kegigihan mereka di cermin kita sendiri. Kita kalah stamina mental. Kita takut pada konsistensi yang tak bisa kita tiru, takut pada keberanian yang mengingatkan kita akan keengganan sendiri, takut pada komitmen yang mencerminkan betapa seringnya kita ingkar.

Orang besar tidak lahir dari pujian, tidak pula dari keinginan menjadi berbeda. Mereka lahir dari krisis yang mereka jawab dengan batin yang lapang. Mereka tidak selalu menang, tetapi mereka tak pernah lari. Dan di dalam riwayat dunia yang terus berputar, mereka adalah poros kecil yang tak terlihat, tapi tanpa mereka, dunia barangkali hanya akan mengulang luka yang sama—tanpa arah, tanpa jeda, tanpa jiwa.

 

( Red )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *