Home / Uncategorized / Sistem Bernegara Dinilai Kehilangan Logika, Publik Soroti Kebijakan yang Tak Rasional

Sistem Bernegara Dinilai Kehilangan Logika, Publik Soroti Kebijakan yang Tak Rasional

 

Tangerang Selatan– Kritik keras terhadap sistem bernegara di Indonesia kembali mengemuka. Sejumlah pengamat menilai praktik bernegara saat ini kerap berjalan tanpa nalar logika yang sehat. Keputusan politik maupun kebijakan publik sering kali dinilai lebih berpihak pada kepentingan kelompok tertentu ketimbang mengedepankan kepentingan rakyat.

Pengamat masyarakat, Cecep Anang Hardian, menegaskan bahwa negara seharusnya dijalankan dengan akal sehat dan konsistensi aturan. Menurutnya, penyimpangan logika dalam bernegara hanya akan melahirkan persoalan baru yang merugikan rakyat.

“Negara itu sistem, dan semua komponennya harus saling terhubung. Kalau satu saja tidak berjalan logis, seluruh mekanisme jadi rusak. Kita lihat sekarang banyak kebijakan lahir tanpa data, tanpa kajian akademis, bahkan cenderung emosional atau politis. Itu berbahaya bagi keberlangsungan bangsa,” ujar Cecep.

Hukum Tebang Pilih, Logika Publik Tercederai

Cecep menyoroti persoalan hukum yang dinilai kerap tebang pilih. Kasus-kasus besar yang melibatkan elit politik sering kali berlarut-larut, sementara perkara kecil dengan pelaku rakyat biasa justru ditangani secara cepat dan keras.

“Logika hukum itu sederhana: adil bagi semua. Tapi kenyataannya, ada kesan hukum bisa dipelintir sesuai kepentingan. Jika logika diabaikan, kepercayaan rakyat akan runtuh, dan itu sangat berbahaya bagi legitimasi negara,” tegasnya.

Kebijakan Publik yang Tidak Rasional

Selain persoalan hukum, Cecep juga menyoroti sejumlah kebijakan publik yang dinilai tidak masuk akal. Misalnya, proyek infrastruktur yang dipaksakan meski analisis kebutuhan dan dampak lingkungannya belum matang, atau regulasi yang tiba-tiba lahir tanpa konsultasi publik.

“Sering kali kita mendengar alasan ‘demi pembangunan’, tapi faktanya rakyat tidak merasakan manfaat langsung. Logika pembangunan itu seharusnya menjawab kebutuhan nyata masyarakat, bukan sekadar untuk kepentingan citra atau proyek mercusuar,” tambah Cecep.

Pendidikan dan Budaya Nalar yang Lemah

Menurut Cecep, akar masalah lain adalah lemahnya budaya bernalar di masyarakat. Rakyat kerap mudah terbuai janji-janji politik atau retorika, tanpa membedah substansi kebijakan. Hal ini membuat penguasa semakin berani melahirkan kebijakan yang dangkal secara logika.

“Kalau rakyat tidak kritis, penguasa akan terus menggunakan retorika untuk menutupi kelemahan. Padahal, pendidikan politik dan budaya bernalar itu kunci agar sistem bernegara tetap rasional dan berpihak pada rakyat,” katanya.

Desakan Reformasi Cara Berpikir

Sejumlah kalangan menilai bahwa Indonesia membutuhkan reformasi besar dalam cara berpikir dan mengambil keputusan. Logika, data, dan analisis mendalam harus menjadi dasar dalam setiap kebijakan negara. Tanpa itu, sistem bernegara hanya akan menjadi panggung formalitas, tanpa arah yang jelas.

“Negara ini ibarat kapal tanpa kompas. Bisa saja berlayar, tetapi arahnya tidak jelas. Akhirnya, rakyat yang jadi korban ketika kapal itu karam,” pungkas Cecep ”

( bhs )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *