Oleh : cecep anang hardian
Di tengah ancaman tarif dagang AS yang bisa mencapai 32% terhadap ekspor Indonesia, pemerintah meluncurkan serangkaian strategi untuk “menyelamatkan” ekonomi negara. Tiga poin utama yang diusung adalah Makan Bergizi Gratis, hilirisasi, dan memanfaatkan keanggotaan Indonesia dalam BRICS. Namun, apakah ini benar-benar langkah jenius atau sekadar janji kosong?
Makan Bergizi Gratis, meski bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, lebih terasa sebagai strategi populis yang tidak mengatasi masalah mendasar ekonomi. Memberikan makan bergizi gratis tidak akan mengubah ketergantungan Indonesia terhadap ekspor dan rendahnya daya saing produk.
Hilirisasi yang diharapkan menjadi solusi untuk menambah nilai tambah dari bahan mentah Indonesia, masih jauh dari implementasi yang solid. Tanpa investasi besar dan dukungan industri, hilirisasi akan tetap menjadi jargon yang tidak membuahkan hasil nyata.
Keanggotaan BRICS memang membuka peluang diplomatik, namun tanpa kebijakan konkret dan strategi yang matang, manfaatnya untuk perekonomian Indonesia akan terbatas. BRICS bukanlah solusi instan, dan mengandalkan hanya pada keanggotaan ini akan menjadikan Indonesia semakin terperangkap dalam kebijakan yang tidak terarah.
Secara keseluruhan, kebijakan-kebijakan ini lebih terasa sebagai upaya pencitraan daripada solusi konkret untuk mengatasi tantangan ekonomi yang ada. Seiring dengan tantangan global, pemerintah perlu menunjukkan langkah-langkah yang lebih terukur dan berdampak nyata, bukan sekadar retorika yang mengaburkan masalah utama.
( red )