Jakarta – Sejumlah perguruan tinggi di Indonesia semakin membuka pintu bagi militer untuk masuk ke dalam lingkungan akademik. Fenomena ini terjadi di tengah proses pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di DPR yang dinilai memberikan peluang lebih besar bagi keterlibatan militer dalam sektor sipil, termasuk pendidikan tinggi.
Universitas Udayana (Unud) menjadi salah satu kampus yang menandatangani perjanjian kerja sama dengan TNI. Perjanjian ini mencakup berbagai aspek, seperti pendidikan bela negara, pelatihan kepemimpinan, hingga program-program kemahasiswaan yang melibatkan aparat militer. Namun, langkah ini menuai kritik dari mahasiswa dan aktivis yang khawatir bahwa kerja sama ini justru membuka celah bagi meningkatnya kontrol militer dalam ruang akademik.
“Kampus harusnya menjadi tempat berpikir kritis, bukan menjadi perpanjangan tangan kekuatan militer. Kami menolak segala bentuk intervensi yang berpotensi mengancam kebebasan akademik,” ujar seorang mahasiswa Unud yang enggan disebut namanya.
Tak hanya Unud, Universitas Andalas (Unand) juga dikabarkan sedang menjajaki kerja sama serupa. Belum ada pernyataan resmi dari pihak rektorat, tetapi diskusi internal di kalangan akademisi menunjukkan ada kekhawatiran bahwa militerisasi kampus dapat mengubah fungsi utama universitas sebagai ruang diskusi bebas.
Konflik Kepentingan dalam Revisi UU TNI
Gelombang kerja sama antara perguruan tinggi dan militer ini terjadi beriringan dengan pembahasan revisi UU TNI di DPR. Beberapa poin dalam revisi tersebut, menurut pengamat, berpotensi memperluas peran militer dalam kehidupan sipil, termasuk di bidang pendidikan.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers, Mustafa Layong, menyoroti bahwa upaya ini tidak hanya menyasar dunia akademik, tetapi juga ruang jurnalistik. Ia mengkritik adanya permintaan surat keterangan kepolisian bagi wartawan asing yang ingin meliput di lokasi tertentu, yang menurutnya merupakan bentuk pembatasan kebebasan pers.
“Ini merupakan bentuk abuse dari tugas dan fungsi kepolisian. Frasa ‘lokasi tertentu’ ini bisa saja diartikan sebagai upaya melindungi proyek strategis nasional (PSN) atau area yang dianggap sensitif oleh pemerintah,” ujar Mustafa kepada Tempo, Rabu, 2 April 2025.
Perluasan peran militer dianggap kian mengkhawatirkan setelah TNI masuk ke ranah perguruan tinggi di Bali hingga Papua. Sejumlah pengamat melontarkan kekhawatiran ini setelah melihat serentetan peristiwa pada pekan lalu, mulai dari sosialisasi UU TNI di Universitas Jenderal Soedirman di Banyumas, kerja sama antara TNI dan Universitas Udayana, hingga Kodim 1707 yang diduga tengah mengumpulkan data mahasiswa di Merauke.
“Mereka berusaha mencuci otak mahasiswa itu walaupun keberhasilannya mungkin rendah, tapi mereka akan berusaha untuk mengontrol apa yang boleh dan apa yang tidak boleh diajarkan,” ujar peneliti ISEAS-Yusof Ishak Institute, Made Supriatma.
Ketika militer masuk ke kampus dan pers dikekang, pertanyaannya adalah: apakah demokrasi di Indonesia sedang bergerak mundur?
Pelajaran dari Korea Selatan
Kasus militerisasi kampus di Indonesia mengingatkan pada situasi di Korea Selatan beberapa dekade lalu. Pada era kepemimpinan otoriter, militer memiliki pengaruh besar dalam lingkungan akademik, membatasi kebebasan berpikir dan mengontrol gerakan mahasiswa. Namun, gelombang protes besar-besaran akhirnya berhasil menumbangkan kekuasaan otoriter dan mengembalikan otonomi kampus.
Pada 2016, Korea Selatan kembali menjadi sorotan dunia ketika Presiden Park Geun-hye dimakzulkan akibat skandal korupsi. Demonstrasi besar-besaran yang dipimpin oleh mahasiswa dan masyarakat sipil membuktikan bahwa dinamika politik dan hukum bisa tetap berjalan seiring dengan stabilitas negara, selama pemerintah tidak antikritik dan sistem hukum berjalan dengan adil.
Hari itu, ribuan warga Korea Selatan turun ke jalan, bersukacita atas keberhasilan pemakzulan Park Geun-hye. Mereka berpelukan satu sama lain, beberapa bahkan meneteskan air mata kebahagiaan. Korea Selatan membuktikan bahwa kritik dan demokrasi bukan ancaman bagi ekonomi dan tata kelola pemerintahan, melainkan elemen penting yang menjamin keberlangsungan negara yang sehat.
Apakah Indonesia akan belajar dari sejarah? Ataukah kita sedang bergerak ke arah yang sama seperti masa lalu, di mana kampus bukan lagi tempat untuk berpikir bebas, tetapi menjadi ladang pengkaderan militer?
Mahasiswa bertanya, akademisi khawatir, dan masyarakat menunggu jawaban. 4/04/2025
( die )