Oleh : Cecep Anang Hardian
22 April 2025 Indonesia
Hari ini, kita hidup di tanah yang katanya merdeka, namun realitasnya masih dikepung oleh bentuk-bentuk penjajahan baru. Kolonialisme dan imperialisme tidak lagi datang dengan senjata dan kapal perang, tetapi dengan investasi, utang, eksploitasi sumber daya, dan intervensi kebijakan.
Apa yang kita hadapi sekarang bukan sekadar “tantangan global”, melainkan kelanjutan dari sistem penindasan yang sudah dibangun sejak masa kolonial. Tanah dirampas atas nama pembangunan. Kekayaan alam dikeruk untuk memenuhi pasar global. Rakyat dipaksa tunduk pada logika pasar dan kekuasaan modal asing. Pemerintah yang seharusnya berdiri bersama rakyat justru sering menjadi fasilitator kepentingan luar.
Ketika harga kebutuhan pokok melambung, ketika petani kehilangan lahan, ketika buruh dihancurkan haknya oleh UU, dan ketika wilayah adat digusur oleh korporasi—kita tidak sedang menghadapi “kemajuan”, kita sedang dijajah ulang.
Kami menolak narasi yang membungkam kesadaran sejarah. Kami tidak lupa bahwa ketimpangan hari ini adalah warisan kolonialisme. Kami sadar bahwa imperialisme hari ini hadir dengan baju baru: perjanjian dagang, proyek strategis nasional, dan utang luar negeri yang mengikat masa depan anak bangsa.
Maka dari itu, kami menyerukan:
Dekolonisasi bukan soal nostalgia sejarah. Ini adalah perjuangan hidup hari ini.
Kita harus bangkit, melawan bentuk-bentuk penjajahan modern, dan merebut kembali kedaulatan yang sejati di tanah, ekonomi, budaya, dan politik.
Kami adalah bagian dari rakyat yang muak dijajah atas nama pembangunan.
Kami tidak diam.
Kami tidak tunduk.